Subscribe:

Pages

Jumat, 30 September 2011

CERPEN PERSAHABATAN "Darimu Ku Mengerti"




DARIMU KU MENGERTI


Cuaca panas diledakkan oleh sorakan seorang anak ketika mendengar kabar kelulusannya di SDN 210 Putra Bangsa. “Horeee….aku lulus” ujarnya. Anak tersebut bernama Wulan Azzahrah, Ia sering disapa Wulan. Ia anak sulung dari 3 bersaudara. Wulan memiliki dua adik laki-laki.
Suatu sore Ia tampak murung, senja yang dulu indah kini menjadi temaram dan bulan yang dulu purnama kini perlahan berubah menjadi sabit. Seperti keadaan hati Wulan yang meratapi kekosongan dan kehampaan hatinya. Ia memikirkan perpisahan dengan temannya semasa SD.
Keesokan harinya, Wulan berangkat ke sekolah dengan wajah yang kurang ceria. “Entah apa yang ada di pikiranku saat ini?” tanya Wulan. Ternyata hari itu adalah hari perpisahannya dengan teman-temannya yang pernah bersekolah di SDN 210 Putra Bangsa. Sebenarnya hari itu adalah hari yang sangat ditunggu-tunggu karena sebentar lagi Wulan akan melanjutkan pendidikannya di Sekolah Menengah Pertama. Namun, disisi lain hatinya tak karuan akan berpisah dengan sahabat terbaiknya. Yang selalu muncul di benaknya, “Akankah saya menemukan sosok teman yang baik seperti semasa aku SD dan mungkin inikah yang dinamakan sahabat? Kalau iya, kenapa aku harus berpisah dengan mereka? Siapa sih sebenarnya sosok sahabat itu? Aku sangat menginginkannya menemani hari-hariku. Tapi entahlah, biar waktu yang akan menjawabnya.” Hati Wulan semakin gelisah akan menghadapinya. Akhirnya mereka pun bersekolah di SMP yang berbeda meskipun salah satu sahabatnya yang bernama Shakila masih akan satu sekolah dengannya.
Wulan bersekolah di SMP 01 Bunga Karya. Disana Wulan mendapat banyak teman baru, meskipun demikian Ia tidak pernah melupakan teman-temannya sewaktu SD. Di sekolah itulah Wulan mendapat banyak prestasi, Ia pernah mengikuti Olimpiade Sains tingkat Kabupaten. Wulan juga selalu mendapat peringkat umum. Ketika Ia duduk di kelas VIII , setiap siswa diwajibkan mempunyai kelompok belajar. Pada saat itu Wulan sekelompok dengan Eyla, Shakila, Tiara, Anna, dan Tiwi.  Setiap ada tugas mereka pasti kerja bersama. Setelah membentuk kelompok belajar itu, mereka menjadi dekat dan bersahabat. Kemana-mana mereka selalu berenam. Suatu ketika mereka diberi tugas kelompok matematika, mereka akan mengerjakan tugas bersama di rumah Eyla. Wulan berangkat ke sana bersama Tiwi dengan mengendarai motor. Sore itu langit tampak mendung, tiba-tiba di tengah jalan hujan pun turun. Tak lama kemudian terdengar suara “Praakkkk…….” Motor yang Ia naiki menabrak sebuah rambu lalu lintas. Dari tangan Wulan keluar darah. Namun, lukanya tidak begitu parah. Mereka tetap melanjutkan perjalanannya ke rumah Eyla. Hatinya menjadi risau saat itu. Begitu sampai di rumah Eyla, mereka mengerjakan tugas bersama meskipun sampai detik itu hati Wulan dan Tiwi sangat cemas. Wulan takut kecelakaannya itu diketahui oleh orang tuanya. Setelah tugas selesai, Wulan dan Tiwi pun segera pulang ke rumah.
Sesampai Wulan di rumah hatinya sangat was-was. Ia takut di omelin ibunya. Tak lama kemudian Ayahnya pun datang.
“Gimana keadaanmu, kata teman ayah kamu kecelakaan?” tanya Ayah Wulan.
“Iya yah, saya kecelakaan tapi lukanya tidak begitu parah kok bentar lagi juga sembuh.” Jawab Wulan dengan suara ketakutan.
“Iya, lain kali kalau kamu naik motor hati-hati yah. Kamu sih kerja tugas kelompok jauh banget, kamu juga berangkat sambil hujan-hujanan makanya kamu kecelakaan. Kalau kamu punya tugas kerja di rumah Tiwi aja, jarak rumahnya ke sini dekat jadi ayah gampang ngontrol kamu.”
“Iya ayah, lain kali Wulan kerja tugas kelompoknya di rumah Tiwi deh” ujar Wulan dengan nada pasrah.
Keesokan harinya Wulan berangkat ke sekolah bersama Tiwi, di perjalanan Ia menceritakan kepada Tiwi tentang saran dari ayahnya untuk mengerjakan tugas kelompok di rumah Tiwi saja. Namun, Wulan tidak ingin menanyakan hal tersebut kepada teman kelompok lainnya karena Ia takut temannya tidak menerima usulan ayahnya itu.
Tanpa sepengetahuan Wulan, Tiwi  memberitahukan kepada teman-temannya tentang saran tersebut.
“Hmm..kawan kalian setuju nggak, katanya setiap kali kita kerja tugas kelompok harus di rumah aku, itu usul dari ayah Wulan karena semenjak udah kecelakaan kemarin Wulan nggak diizinin lagi kerja tugas kelompok jauh-jauh.” Tanya Tiwi kepada semua teman kelompoknya.
“aahh….curang…!! Masa kita kerja tugasnya di rumah kamu terus, itu kan nggak adil. Jarak rumahku ke rumah kamu tuh juga jauh.” Ucap Eyla dengan nada kesal.
“eh…eh..begini saja, kalau memang ayah Wulan menghendaki demikian kita seharusnya mengikuti usulan tersebut, apa salahnya kita berkorban demi sahabat kita?” Tutur Shakila.
“hmmm…iya deh aku setuju kalau gitu, mengalah demi sahabat.” Kata Eyla dengan pasrah.
“Gimana dengan kamu Tiara, kamu setuju nggak?”
“kalau saya sih apapun keputusan kalian saya nurut aja.” Jawab Tiara.
Mengetahui hal tersebut dari Shakila, Wulan menjadi senang karena temannya tersebut bisa menerima usulan itu.
Hari-hari mereka lalui bersama. Wulan, Tiwi, Eyla, Shakila, Tiara, dan Anna menjalin suatu persahabatan yang sangat erat. Namun benar kata pepatah hidup tak selamanya Indah, dalam persahabatan pasti ada ujian. Persahabatan mereka kini dilanda sebuah masalah, terjadi kesalahpahaman diantara mereka. Pagi itu Eyla datang ke sekolah dengan wajah kusut.
“Uhh…dasar sahabat pengkhianat!” Ucap Eyla dengan suara keras.
“Kamu kenapa La?” Tanya Tiara.
“Kemarin sore aku dapat sms dari Wulan, katanya aku tuh orangnya sok alim pake jilbab ke sekolah tapi cuman gaya aja.”
“Aku gak percaya itu sms dari Wulan, emang kamu yakin itu Wulan?”
“Iyalah aku yakin, cara smsnya aja sama. Di situ tertulis By Wulan, aku kesel tau dibilangin kayak gitu. Emang gue cewek apaan?”
“Sabar! Siapa tau aja itu bukan sms dari Wulan.”
“Pokoknya aku yakin banget itu sms dari Wulan. Kenapa sih aku mesti kenal sama orang seperti dia. Musuh dalam selimut tuh dia. Dasar nggak punya perasaan.”
            Wulan yang belum mengetahui sedikit pun tentang permasalahan itu, setiba di sekolah langsung menyapa Eyla sambil tersenyum.
“Hai, selamat pagi kawan. Hari cerah gini kok wajahmu mendung?” sapa Wulan dengan nada canda.
Tiba-tiba saja Eyla menghindar dari Wulan. Ia bergegas ke kantin tanpa sepatahkata pun yang keluar dari mulutnya.
“Ada apa yah dengan Eyla hari ini? Apakah dia sakit?” itulah pertanyaan pertama yang muncul dalam hati Wulan.
“Atau mungkin aja dia lagi punya masalah karena tumben banget kok hari ini dia jutek amat?” pertanyaan selajutnya yang muncul dalam benak Wulan.
Tak lama kemudian Tiara pun masuk kelas dan menceritakan permasalahan Eyla tersebut kepada Wulan.
“Wulan, kok kamu gitu sih? Kamu nggak ngerti yah perasaan Eyla dibilangin kayak gitu?”
“Maksudnya dibilangin apa? Sebenarnya Eyla punya masalah apa sih, kok dari tadi pagi dia kayaknya selalu menghindar dari kita semua.”
“Tau nggak itu semua gara-gara kamu, maksud kamu apaan sih sms Eyla kayak gitu?”
“Ahh…aku semakin nggak ngerti aja Ra. Pokok permasalahannya apaan sih?”
Wulan pun jadi bingung, akhirnya Tiara menjelaskan semua yang terjadi pada Eyla dan Wulan. Saat itu Wulan meneteskan air mata, Ia tak menyangka ada orang yang tega menfitnahnya lewat sms. Ia menjelaskan kepada Tiara bahwa sms itu bukan dari dia, itu semua hanya fitnah. Tapi Tiara sedikit ragu pada Wulan dan Ia segera ke kantin menyusul Eyla. Wulan pun sangat sedih dan menceritakan hal tersebut pada Shakila dan Ia pun percaya dengan apa yang dikatakan oleh Wulan.
“Kriiiiinnnggg…..kriiiinnngg…!!” Bel tanda pelajaran dimulai pun berbunyi. Semua siswa masuk kelas. Eyla dan Tiara yang dulunya duduk di samping Wulan tampak mencari tempat duduk di kelompok lain untuk menghindari Wulan.
“Aku jadi pusing kalau gini.” Kata Wulan kepada Shakila, Anna, dan Tiwi.
“Iya yah, Eyla kayaknya marah banget sama kamu.” Ujar Tiwi.
Kesalahpahaman itu membuat hubungan mereka berenam sedikit renggang. Wulan telah mencoba menjelaskan kepada Eyla dan Tiara tentang kejadian sebenarnya. Namun, Eyla dan Tiara tetap cuek-cuek saja. Mereka merasa telah dikhianati oleh Wulan dengan sms tersebut. Setiap kali Wulan menjelaskan, mereka selalu menghindar.
            2 minggu berlalu, Eyla dan Tiara tetap pada pendiriannya. Shakila tidak tahan melihat Wulan setiap harinya harus meneteskan air mata karena tidak mendapatkan kepercayaan dari Eyla dan Tiara. Ia pun mencoba membujuk Eyla dan Tiara agar percaya pada Wulan.
“Apa yang dikatakan Wulan itu benar, sms itu datangnya bukan dari Wulan. Kalian harus percaya dan janganlah menghindar dari Wulan.” Ucap Shakila menjelaskan.
“Aku sakit hati banget, seandainya kamu yang di posisi aku, pasti kamu akan melakukan hal yang sama.”kata Eyla seketika.
“Aku ngerti perasaan kamu, tapi setidaknya kamu tidak boleh menuduh Wulan tanpa bukti. Itu semua hanya fitnah.”
“Dianya aja yang nggak mau ngaku.”
“Begini, sms itu bukan dari Wulan. Coba aja kamu mengecek nomor HPnya pasti bukan punya Wulan. Ada orang yang iri dengan kekompakan kita, makanya Ia tega menfitnah Wulan untuk ngehancurin persahabatan kita.” Kata Shakila dengan tegas.
“Iyya bener juga yah, kita seharusnya tidak menuduh Wulan tanpa bukti yang kuat. Siapa tahu aja benar kata Shakila.” Sambung Tiara.
            Mendengar penjelasan dari Shakila, hati Eyla dan Tiara pun menjadi luluh. Mereka pun mempercayai Wulan. Eyla dan Tiara segera meminta maaf kepada Wulan karena telah menuduh sembarangan dan Ia pun memaafkannya.
Menurut Wulan, persahabatan adalah penentuan kebutuhan jiwa. Ladang hati yang dengan kasih ditaburi benih dapat kita petik buahnya penuh rasa terima kasih. Karena semenjak kesalahpahaman tersebut, Ia bisa memetik hikmah yang banyak dan setiap masalah yang dihadapi Wulan pasti diselesaikan bersama sahabat-sahabatnya, begitupun sebaliknya.
Kenaikan kelas yang ditunggu-tunggu pun tiba, Wulan dan sahabatnya sangat menunggu hasil dari perjuangan mereka selama duduk di kelas VIII. Saat itu Wulan hanya mendapat Juara Umum II, Ia sangat bersyukur mendapat peringkat itu tapi Wulan belum puas bahkan sedikit kecewa. Namun, Ia tetap sabar dan menerima kenyataan itu. Ia selalu tanamkan dalam hatinya bahwa “Aku harus melihat kesempatan di setiap kegagalan, bukan malah melihat kegagalan di setiap kesempatan. Kalau orang lain bisa, kenapa saya tidak?” Prinsip itulah yang Ia selalu tanamkan dalam hatinya. Selain itu, Ia selalu mendapat motivasi dari sahabat, guru, dan orang tuanya.
Ketika duduk di kelas IX, Wulan mendapat kabar kalau teman sekelasnya dari VIII Khusus dulu akan digeser karena banyak siswa yang nilainya tidak mencukupi untuk masuk kelas khusus. Ia pun segera mengabarkan kepada sahabat-sahabatnya.
“aduuhh…gawat bagaimana kalau nilaiku tidak mencukupi…??” Tanya Tiwi .
“tenang saja kawan, kita semua pasti tidak akan mendapat rolling ke kelas lain.” Ucap Eyla seketika.
“yakin banget kamu La.” Kata Shakila.
“Iya dong orang yang mau sukses itu katanya harus optimis.” Jawab Eyla.
“bener juga tuh, kita seharusnya tidak pesimis Wi, serahkan pada yang di atas. Sekalipun salah satu di antara kita ada yang pindah kelas, persahabatan kita tidak akan pernah putus. Sekali sahabat tetap sahabat.” Lanjut Wulan.
Akhirnya mereka pun menunggu keputusan dari guru dengan sabar dan tetap optimis.
Keesokan harinya tampak selembar kertas berisi nama-nama siswa yang masuk kelas IX Khusus di papan Pengumuman. Semua siswa kelas IX berkerumunan mencari nama mereka.
“Horee…akhirnya kita semua tak jadi berpisah.” Ujar Tiwi kepada sahabat-sahabatnya.
“Iya nih, kelas IX khusus yang kemarin kita damba-dambakan akhirnya terwujud.” Sambung Tiara.
“Apa yang saya bilang beneran kan? Inilah hasilnya kalau orang selalu optimis.”Ujar Eyla dengan suara lantang.
            Hari demi hari mereka lalui bersama di kelas IX khusus. Persahabatan mereka seperti sayur dan garam, tak lengkap bila salah satu diantara mereka  tidak ada. Mereka selalu saling merindukan. Kenangan terindah yang telah mereka ukir membuat Wulan merasa bahwa sahabatnya adalah dunianya.





Dari sekian banyak kisah yang dilalui Wulan bersama sahabatnya, Ia pun menulis sebuah catatan di Facebooknya dan menandai semua sahabatnya dalam catatan itu :
“Sahabatku..!!
Menurutku persahabatan adalah naungan sejuk keteduhan hati, api unggun kehangatan jiwa. Karena kalian menghampiri dikala hati gersang kelaparan dan mencarinya dikala jiwa perlu kedamaian. Kalianlah sahabat yang menemaniku ketika aku kesunyian. Yang memanggilku ketika aku kehilangan arah. Yang membentengi tiap kelemahanku. Yang memapahku ketika aku terjatuh. Dalam persahabatan yang tanpa kata, segala pikiran, harapan, dan keinginan terungkap serta terangkum bersama menyimpan keutuhan. Ketika tiba saat perpisahan nanti, janganlah kita berduka sebab apa yang kita kasihi darinya mungkin Nampak lebih cemerlang dari kejauhan seperti gunung yang tampak lebih indah terlihat dari daratan. Persahabatan kita akan selalu ku rindukan. Kita bersahabat karena ingin memperkaya jiwa. Karena cinta kasih yang masih mengandung pamrih hanyalah jaring yang ditaburkan ke udara dan hanya menangkap kekosongan semata. Aku ingin memberikan yang terindah untuk persahabatan. Jika kalian harus mengenal musim surutku biarlah kalian juga mengenal musim pasangku. Sebab apalah makna persahabatan kita jika sekedar mengisi waktu senggang? Semoga kita selalu bersama untuk menghidupkan sang waktu dan saling mengisi kekurangan kita. Dalam kemanisan persahabatan biarkanlah ada tawa ria kegirangan, berbagi duka dan kesenangan. Sebab dalam rintik lembut embun,hati manusia menghirup fajar yang terbangun dan mendapat kesegaran gairah kehidupan. Sahabat itu yang Ia memberi tanpa Ia berpikir apa yang telah Ia terima atau akan Ia terima. Sahabat adalah satu jiwa dalam raga yang berbeda. Hati hanya dapat mencinta dalam sekejap, kaki hanya berpijak sementara, wajah tak selamanya indah dimata. Tapi memiliki kalian semua sebagai sahabat adalah keabadian dalam hidupku. Meski persahabatan kita diwarnai dengan berbagai pengalaman suka-duka, dihibur-disakiti, diperhatikan-dikecewakan, didengar-diabaikan, dibantu-ditolak, namun semua itu tidak pernah sengaja dilakukan dengan tujuan kebencian.
Dan yang terakhir, buat pacar ada kata mantan tapi buat sahabat tidak ada kata mantan. Ingat satu hal, persahabatan sejati layaknya kesehatan, nilainya baru bisa kita sadari setelah kita kehilangannya. Aku berharap kalian semua bisa menjadi sahabat terbaikku selamanya. Meski kita tidak tahu setelah tamat SMP nanti apakah kita masih bisa melalui hari-hari kita bersama. Terima kasih karena kalian telah mengajariku arti sebuah persahabatan.
Jangan lupakan aku sahabatku!”
            Setelah membaca catatan Wulan di facebook, semua sahabatnya terharu. Ternyata persahabatan yang mereka jalin selama ini sangat berarti. Dari situlah mereka mengenal persahabatan. Dan kini Wulan mendapatkan jawaban dari segala pertanyaannya dulu. “Merekalah sosok yang ku nanti-nanti selama ini menemani hari-hariku,kini aku mengerti arti sosok sahabat” ujarnya.

Created by Gita Wulandari : gita09deslima.blogspot.com



0 komentar:

Posting Komentar