DARIMU KU MENGERTI
Cuaca panas diledakkan oleh sorakan seorang anak ketika mendengar kabar
kelulusannya di SDN 210 Putra Bangsa. “Horeee….aku lulus” ujarnya. Anak
tersebut bernama Wulan Azzahrah, Ia sering disapa Wulan. Ia anak sulung dari 3
bersaudara. Wulan memiliki dua adik laki-laki.
Suatu sore Ia tampak murung, senja yang dulu indah kini menjadi
temaram dan bulan yang dulu purnama kini perlahan berubah menjadi sabit.
Seperti keadaan hati Wulan yang meratapi kekosongan dan kehampaan hatinya. Ia
memikirkan perpisahan dengan temannya semasa SD.
Wulan bersekolah di SMP 01 Bunga Karya. Disana Wulan mendapat banyak
teman baru, meskipun demikian Ia tidak pernah melupakan teman-temannya sewaktu
SD. Di sekolah itulah Wulan mendapat banyak prestasi, Ia pernah mengikuti
Olimpiade Sains tingkat Kabupaten. Wulan juga selalu mendapat peringkat umum.
Ketika Ia duduk di kelas VIII , setiap siswa diwajibkan mempunyai kelompok
belajar. Pada saat itu Wulan sekelompok dengan Eyla, Shakila, Tiara, Anna, dan
Tiwi. Setiap ada tugas mereka pasti kerja bersama. Setelah membentuk
kelompok belajar itu, mereka menjadi dekat dan bersahabat. Kemana-mana mereka
selalu berenam. Suatu ketika mereka diberi tugas kelompok matematika, mereka akan
mengerjakan tugas bersama di rumah Eyla. Wulan berangkat ke sana bersama Tiwi
dengan mengendarai motor. Sore itu langit tampak mendung, tiba-tiba di tengah
jalan hujan pun turun. Tak lama kemudian terdengar suara “Praakkkk…….” Motor
yang Ia naiki menabrak sebuah rambu lalu lintas. Dari tangan Wulan keluar
darah. Namun, lukanya tidak begitu parah. Mereka tetap melanjutkan
perjalanannya ke rumah Eyla. Hatinya menjadi risau saat itu. Begitu sampai di
rumah Eyla, mereka mengerjakan tugas bersama meskipun sampai detik itu hati
Wulan dan Tiwi sangat cemas. Wulan takut kecelakaannya itu diketahui oleh orang
tuanya. Setelah tugas selesai, Wulan dan Tiwi pun segera pulang ke rumah.
Sesampai Wulan di rumah hatinya sangat was-was. Ia takut di omelin
ibunya. Tak lama kemudian Ayahnya pun datang.
“Gimana keadaanmu, kata teman ayah kamu kecelakaan?” tanya Ayah Wulan.
“Iya yah, saya kecelakaan tapi lukanya tidak begitu parah kok bentar lagi
juga sembuh.” Jawab Wulan dengan suara ketakutan.
“Iya, lain kali kalau kamu naik motor hati-hati yah. Kamu sih kerja tugas
kelompok jauh banget, kamu juga berangkat sambil hujan-hujanan makanya kamu
kecelakaan. Kalau kamu punya tugas kerja di rumah Tiwi aja, jarak rumahnya ke
sini dekat jadi ayah gampang ngontrol kamu.”
“Iya ayah, lain kali Wulan kerja tugas kelompoknya di rumah Tiwi deh”
ujar Wulan dengan nada pasrah.
Keesokan harinya Wulan berangkat ke sekolah bersama Tiwi, di perjalanan
Ia menceritakan kepada Tiwi tentang saran dari ayahnya untuk mengerjakan tugas
kelompok di rumah Tiwi saja. Namun, Wulan tidak ingin menanyakan hal tersebut
kepada teman kelompok lainnya karena Ia takut temannya tidak menerima usulan
ayahnya itu.
Tanpa sepengetahuan Wulan, Tiwi memberitahukan kepada
teman-temannya tentang saran tersebut.
“Hmm..kawan kalian setuju nggak, katanya setiap kali kita kerja tugas
kelompok harus di rumah aku, itu usul dari ayah Wulan karena semenjak udah
kecelakaan kemarin Wulan nggak diizinin lagi kerja tugas kelompok jauh-jauh.”
Tanya Tiwi kepada semua teman kelompoknya.
“aahh….curang…!! Masa kita kerja tugasnya di rumah kamu terus, itu kan
nggak adil. Jarak rumahku ke rumah kamu tuh juga jauh.” Ucap Eyla dengan nada
kesal.
“eh…eh..begini saja, kalau memang ayah Wulan menghendaki demikian kita
seharusnya mengikuti usulan tersebut, apa salahnya kita berkorban demi sahabat
kita?” Tutur Shakila.
“hmmm…iya deh aku setuju kalau gitu, mengalah demi sahabat.” Kata Eyla
dengan pasrah.
“Gimana dengan kamu Tiara, kamu setuju nggak?”
“kalau saya sih apapun keputusan kalian saya nurut aja.” Jawab Tiara.
Mengetahui hal tersebut dari Shakila, Wulan menjadi senang karena
temannya tersebut bisa menerima usulan itu.
Hari-hari mereka lalui bersama. Wulan, Tiwi, Eyla, Shakila, Tiara, dan
Anna menjalin suatu persahabatan yang sangat erat. Namun benar kata pepatah
hidup tak selamanya Indah, dalam persahabatan pasti ada ujian. Persahabatan
mereka kini dilanda sebuah masalah, terjadi kesalahpahaman diantara mereka.
Pagi itu Eyla datang ke sekolah dengan wajah kusut.
“Uhh…dasar sahabat pengkhianat!” Ucap Eyla dengan suara keras.
“Kamu kenapa La?” Tanya Tiara.
“Kemarin sore aku dapat sms dari Wulan, katanya aku tuh orangnya sok alim
pake jilbab ke sekolah tapi cuman gaya aja.”
“Aku gak percaya itu sms dari Wulan, emang kamu yakin itu Wulan?”
“Iyalah aku yakin, cara smsnya aja sama. Di situ tertulis By Wulan, aku
kesel tau dibilangin kayak gitu. Emang gue cewek apaan?”
“Sabar! Siapa tau aja itu bukan sms dari Wulan.”
“Pokoknya aku yakin banget itu sms dari Wulan. Kenapa sih aku mesti kenal
sama orang seperti dia. Musuh dalam selimut tuh dia. Dasar nggak punya
perasaan.”
Wulan
yang belum mengetahui sedikit pun tentang permasalahan itu, setiba di sekolah
langsung menyapa Eyla sambil tersenyum.
“Hai, selamat pagi kawan. Hari cerah gini kok wajahmu mendung?” sapa
Wulan dengan nada canda.
Tiba-tiba saja Eyla menghindar dari Wulan. Ia bergegas ke kantin tanpa
sepatahkata pun yang keluar dari mulutnya.
“Ada apa yah dengan Eyla hari ini? Apakah dia sakit?” itulah pertanyaan
pertama yang muncul dalam hati Wulan.
“Atau mungkin aja dia lagi punya masalah karena tumben banget kok hari
ini dia jutek amat?” pertanyaan selajutnya yang muncul dalam benak Wulan.
Tak lama kemudian Tiara pun masuk kelas dan menceritakan permasalahan
Eyla tersebut kepada Wulan.
“Wulan, kok kamu gitu sih? Kamu nggak ngerti yah perasaan Eyla dibilangin
kayak gitu?”
“Maksudnya dibilangin apa? Sebenarnya Eyla punya masalah apa sih, kok
dari tadi pagi dia kayaknya selalu menghindar dari kita semua.”
“Tau nggak itu semua gara-gara kamu, maksud kamu apaan sih sms Eyla kayak
gitu?”
“Ahh…aku semakin nggak ngerti aja Ra. Pokok permasalahannya apaan sih?”
Wulan pun jadi bingung, akhirnya Tiara menjelaskan semua yang terjadi
pada Eyla dan Wulan. Saat itu Wulan meneteskan air mata, Ia tak menyangka ada
orang yang tega menfitnahnya lewat sms. Ia menjelaskan kepada Tiara bahwa sms
itu bukan dari dia, itu semua hanya fitnah. Tapi Tiara sedikit ragu pada Wulan
dan Ia segera ke kantin menyusul Eyla. Wulan pun sangat sedih dan menceritakan
hal tersebut pada Shakila dan Ia pun percaya dengan apa yang dikatakan oleh
Wulan.
“Kriiiiinnnggg…..kriiiinnngg…!!” Bel tanda pelajaran dimulai pun
berbunyi. Semua siswa masuk kelas. Eyla dan Tiara yang dulunya duduk di samping
Wulan tampak mencari tempat duduk di kelompok lain untuk menghindari Wulan.
“Aku jadi pusing kalau gini.” Kata Wulan kepada Shakila, Anna, dan Tiwi.
“Iya yah, Eyla kayaknya marah banget sama kamu.” Ujar Tiwi.
Kesalahpahaman itu membuat hubungan mereka berenam sedikit renggang.
Wulan telah mencoba menjelaskan kepada Eyla dan Tiara tentang kejadian
sebenarnya. Namun, Eyla dan Tiara tetap cuek-cuek saja. Mereka merasa telah
dikhianati oleh Wulan dengan sms tersebut. Setiap kali Wulan menjelaskan,
mereka selalu menghindar.
2
minggu berlalu, Eyla dan Tiara tetap pada pendiriannya. Shakila tidak tahan
melihat Wulan setiap harinya harus meneteskan air mata karena tidak mendapatkan
kepercayaan dari Eyla dan Tiara. Ia pun mencoba membujuk Eyla dan Tiara agar
percaya pada Wulan.
“Apa yang dikatakan Wulan itu benar, sms itu datangnya bukan dari Wulan.
Kalian harus percaya dan janganlah menghindar dari Wulan.” Ucap Shakila
menjelaskan.
“Aku sakit hati banget, seandainya kamu yang di posisi aku, pasti kamu
akan melakukan hal yang sama.”kata Eyla seketika.
“Aku ngerti perasaan kamu, tapi setidaknya kamu tidak boleh menuduh Wulan
tanpa bukti. Itu semua hanya fitnah.”
“Dianya aja yang nggak mau ngaku.”
“Begini, sms itu bukan dari Wulan. Coba aja kamu mengecek nomor HPnya
pasti bukan punya Wulan. Ada orang yang iri dengan kekompakan kita, makanya Ia
tega menfitnah Wulan untuk ngehancurin persahabatan kita.” Kata Shakila dengan
tegas.
“Iyya bener juga yah, kita seharusnya tidak menuduh Wulan tanpa bukti
yang kuat. Siapa tahu aja benar kata Shakila.” Sambung Tiara.
Mendengar
penjelasan dari Shakila, hati Eyla dan Tiara pun menjadi luluh. Mereka pun
mempercayai Wulan. Eyla dan Tiara segera meminta maaf kepada Wulan karena telah
menuduh sembarangan dan Ia pun memaafkannya.
Menurut Wulan, persahabatan adalah penentuan kebutuhan jiwa. Ladang hati
yang dengan kasih ditaburi benih dapat kita petik buahnya penuh rasa terima
kasih. Karena semenjak kesalahpahaman tersebut, Ia bisa memetik hikmah yang
banyak dan setiap masalah yang dihadapi Wulan pasti diselesaikan bersama
sahabat-sahabatnya, begitupun sebaliknya.
Kenaikan kelas yang ditunggu-tunggu pun tiba, Wulan dan sahabatnya sangat
menunggu hasil dari perjuangan mereka selama duduk di kelas VIII. Saat itu
Wulan hanya mendapat Juara Umum II, Ia sangat bersyukur mendapat peringkat itu
tapi Wulan belum puas bahkan sedikit kecewa. Namun, Ia tetap sabar dan menerima
kenyataan itu. Ia selalu tanamkan dalam hatinya bahwa “Aku harus melihat
kesempatan di setiap kegagalan, bukan malah melihat kegagalan di setiap
kesempatan. Kalau orang lain bisa, kenapa saya tidak?” Prinsip itulah yang Ia
selalu tanamkan dalam hatinya. Selain itu, Ia selalu mendapat motivasi dari
sahabat, guru, dan orang tuanya.
Ketika duduk di kelas IX, Wulan mendapat kabar kalau teman sekelasnya
dari VIII Khusus dulu akan digeser karena banyak siswa yang nilainya tidak
mencukupi untuk masuk kelas khusus. Ia pun segera mengabarkan kepada
sahabat-sahabatnya.
“aduuhh…gawat bagaimana kalau nilaiku tidak mencukupi…??” Tanya Tiwi .
“tenang saja kawan, kita semua pasti tidak akan mendapat rolling ke kelas
lain.” Ucap Eyla seketika.
“yakin banget kamu La.” Kata Shakila.
“Iya dong orang yang mau sukses itu katanya harus optimis.” Jawab Eyla.
“bener juga tuh, kita seharusnya tidak pesimis Wi, serahkan pada yang di
atas. Sekalipun salah satu di antara kita ada yang pindah kelas, persahabatan
kita tidak akan pernah putus. Sekali sahabat tetap sahabat.” Lanjut Wulan.
Akhirnya mereka pun menunggu keputusan dari guru dengan sabar dan tetap
optimis.
Keesokan harinya tampak selembar kertas berisi nama-nama siswa yang masuk
kelas IX Khusus di papan Pengumuman. Semua siswa kelas IX berkerumunan mencari
nama mereka.
“Horee…akhirnya kita semua tak jadi berpisah.” Ujar Tiwi kepada
sahabat-sahabatnya.
“Iya nih, kelas IX khusus yang kemarin kita damba-dambakan akhirnya
terwujud.” Sambung Tiara.
“Apa yang saya bilang beneran kan? Inilah hasilnya kalau orang selalu
optimis.”Ujar Eyla dengan suara lantang.
Hari
demi hari mereka lalui bersama di kelas IX khusus. Persahabatan mereka seperti
sayur dan garam, tak lengkap bila salah satu diantara mereka tidak
ada. Mereka selalu saling merindukan. Kenangan terindah yang telah mereka ukir
membuat Wulan merasa bahwa sahabatnya adalah dunianya.
Dari sekian banyak kisah yang dilalui Wulan bersama sahabatnya, Ia pun
menulis sebuah catatan di Facebooknya dan menandai semua sahabatnya dalam
catatan itu :
“Sahabatku..!!
Menurutku persahabatan adalah naungan sejuk keteduhan hati, api unggun
kehangatan jiwa. Karena kalian menghampiri dikala hati gersang kelaparan dan
mencarinya dikala jiwa perlu kedamaian. Kalianlah sahabat yang menemaniku
ketika aku kesunyian. Yang memanggilku ketika aku kehilangan arah. Yang
membentengi tiap kelemahanku. Yang memapahku ketika aku terjatuh. Dalam
persahabatan yang tanpa kata, segala pikiran, harapan, dan keinginan terungkap
serta terangkum bersama menyimpan keutuhan. Ketika tiba saat perpisahan nanti,
janganlah kita berduka sebab apa yang kita kasihi darinya mungkin Nampak lebih
cemerlang dari kejauhan seperti gunung yang tampak lebih indah terlihat dari
daratan. Persahabatan kita akan selalu ku rindukan. Kita bersahabat karena
ingin memperkaya jiwa. Karena cinta kasih yang masih mengandung pamrih hanyalah
jaring yang ditaburkan ke udara dan hanya menangkap kekosongan semata. Aku
ingin memberikan yang terindah untuk persahabatan. Jika kalian harus mengenal
musim surutku biarlah kalian juga mengenal musim pasangku. Sebab apalah makna
persahabatan kita jika sekedar mengisi waktu senggang? Semoga kita selalu
bersama untuk menghidupkan sang waktu dan saling mengisi kekurangan kita. Dalam
kemanisan persahabatan biarkanlah ada tawa ria kegirangan, berbagi duka dan
kesenangan. Sebab dalam rintik lembut embun,hati manusia menghirup fajar yang
terbangun dan mendapat kesegaran gairah kehidupan. Sahabat itu yang Ia memberi
tanpa Ia berpikir apa yang telah Ia terima atau akan Ia terima. Sahabat adalah
satu jiwa dalam raga yang berbeda. Hati hanya dapat mencinta dalam sekejap,
kaki hanya berpijak sementara, wajah tak selamanya indah dimata. Tapi memiliki
kalian semua sebagai sahabat adalah keabadian dalam hidupku. Meski persahabatan
kita diwarnai dengan berbagai pengalaman suka-duka, dihibur-disakiti,
diperhatikan-dikecewakan, didengar-diabaikan, dibantu-ditolak, namun semua itu
tidak pernah sengaja dilakukan dengan tujuan kebencian.
Dan yang terakhir, buat pacar ada kata mantan tapi buat sahabat tidak ada
kata mantan. Ingat satu hal, persahabatan sejati layaknya kesehatan, nilainya
baru bisa kita sadari setelah kita kehilangannya. Aku berharap kalian semua
bisa menjadi sahabat terbaikku selamanya. Meski kita tidak tahu setelah tamat
SMP nanti apakah kita masih bisa melalui hari-hari kita bersama. Terima kasih
karena kalian telah mengajariku arti sebuah persahabatan.
Jangan lupakan aku sahabatku!”
Setelah
membaca catatan Wulan di facebook, semua sahabatnya terharu. Ternyata
persahabatan yang mereka jalin selama ini sangat berarti. Dari situlah mereka
mengenal persahabatan. Dan kini Wulan mendapatkan jawaban dari segala
pertanyaannya dulu. “Merekalah sosok yang ku nanti-nanti selama ini menemani
hari-hariku,kini aku mengerti arti sosok sahabat” ujarnya.
Created by Gita Wulandari : gita09deslima.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar